WhatsApp

Serangkaian peristiwa di bulan Mei dan Juni 2021 ternyata memaksa sebagian dari masyarakat negeri ini untuk kembali memasuki fase berdiam diri, membatasi diri di awal bulan Juli. Sudah terlalu banyak yang berkorban dan dikorbankan selama pandemi ini, maka tidak mungkin peradaban terus berlanjut dengan menafikan seribuan peti mati dan seratus ribuan tempat tidur di rumah sakit yang terisi penuh hanya dalam beberapa minggu saja. Setahun lebih berlalu sejak dunia pertama kali menyatakan perang melawan pandemi, namun keadaan tidak pernah benar-benar membaik. Mungkin karena keterbatasan sumber daya, atau juga karena ketidakmampuan menahan ego sendiri.

Betapa konyolnya sebagian manusia di negara ini yang ketika dihadapkan pada permasalahan yang dirasakan di hampir semua jengkal tanah nusantara, malah sibuk memperdebatkan apakah semua gundukan tanah bernisan itu adalah hal yang nyata atau hanya tipu-tipu belaka. Tidak mampukah manusia zaman sekarang memilah mana yang haq dan mana yang batil? Sulitkah bagi peradaban masa kini untuk meletakkan subjektivitas dan objektivitas pada neraca kehidupan secara presisi? Mustahilkah untuk mendahulukan kemashlahatan sembari mencukupi kebutuhan primer dan menunda kebutuhan sekunder bahkan primer? Bukankah segolongan manusia yang hidup bersama dalam peradaban akan merasakan akibat dari perbuatan sebagian lainnya?

Terlepas dari segala keriuhan yang terjadi di dunia maya dan nyata, DAHEIM secara tegas memilih untuk mengutamakan kepentingan bersama, memilih untuk mendukung segala tindakan yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif dari pandemi kali ini, memilih untuk menahan diri dari berbuat hal-hal yang berpotensi menzalimi orang lain. 12 bulan yang telah berlalu bukanlah masa-masa yang mudah bagi DAHEIM. Namun, melihat segala data dan fakta yang ada, DAHEIM beserta semua yang ada di belakang layar bersedia untuk menahan diri lebih jauh lagi, barang sejenak saja, agar semua dapat segera pulih, segala bisa lebih terkendali, dan semua bisa kembali melangkah bersama-sama.

Mari, kita kesampingkan segala yang menjadi perhiasan pribadi, segala yang membuat kita jauh dari kemanusiaan. Tidak semua memiliki kemewahan yang sama, maka sangat diperlukan rasa dan sikap saling mengerti satu sama lain. Ini adalah sebuah momentum, yang berpotensi untuk membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih baik lagi untuk disinggahi, sebagaimana ia dimaksudkan dalam penciptaan.